Jumat, 09 Maret 2012

Ekonomi Mikro dan Makro 10

Dengan analisis obyektif harus diakui indikator ekonomi makro Indonesia menunjukkan perbaikan yang semakin menggembirakan. Tekanan internal dan eksternal memang silih berganti, namun secara keseluruhan dan berkelanjutan kecenderungan ekonomi semakin membaik. Prestasi para arsitek ekonomi makro Indonesia di Bank Indonesia (BI), di lembaga eksekutif dan legislatif patutlah diapresiasi secara proporsional.

Ada banyak instrumen kebijakan yang dapat dipergunakan dalam mengelola perekonomian suatu negara seperti Indonesia. Empat instrumen utama yang diperkenalkan kepada mahasiswa ekonomi tahun pertama ialah kebijakan fiskal, kebijakan moneter, kebijakan ekonomi internasional, dan kebijakan pendapatan. Kebijakan-kebijakan tersebut dimaksudkan mendorong pertumbuhan dan menciptakan kesatabilan ekonomi.

Bahwa iklim investasi belum menunjukkan perbaikan yang simetris dengan perbaikan indikator makro memang harus diakui. Dengan kata lain terdapat semacam asimetric condition antara makro dan mikro. Kondisi makro mungkin dapat dianalogikan atau diibaratkan satu lapangan bola yang baik dengan fasilitas standard FIFA untuk kompetisi internasional. Permasalahannya ialah kapasitas para pemain, wasit dan hakim garis belum cukup sepadan untuk memanfaatkan lapangan yang ada sehingga pertandingan tidak memuaskan penonton.

Sebagaimana sudah diungkapkan dalam rubrik ini, posisi daya saing Indonesia terus merosot. Hasil rating yang dilakukan oleh World Economic Forum menunjukkan penurunan posisi Indonesia dari nomor 49 pada tahun 2003 menjadi posisi ke-54 pada tahun 2007. Sementara berdasarkan hasil penilaian Jepang atas daya tarik investasi di Indonesia juga makin melorot yakni turun dari posisi ke-6 menjadi posisi ke-9. Indikator yang biasa digunakan dalam menetapkan daya tarik dan daya saing ialah faktor-faktor ekonomi mikro.

Dalam sistem ekonomi pasar salah satu fungsi pemerintah dalam pengelolaan ekonomi ialah mendorong kestabilan dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran kenaikan relatif produksi satu negara yang disebut sebagai indikator makro. Sementara kenaikan produksi suatu perekonomian itu sendiri ialah pertambahan output masing-masing unit, perusahaan atau pelaku ekonomi yang dikenal sebagai indikator mikro. Unit-unit mikro menjadi perekonomian secara keseluruhan atau disebut ekonomi makro.

Perekonomian suatu negara hanya akan stabil dan tumbuh apabila terdapat koordinasi yang baik antara mikro dan makro. Sebagai contoh sederhana dapat diperhatikan kenaikan harga minyak mentah dunia yang membuat harga BBM dalam negeri ikut melonjak. Kenaikan harga minyak dan BBM ialah sisi ekonomi mikro. Sementara pengaruh kenaikan harga minyak yang telah mendorong kenaikan harga-harga secara umum atau inflasi merupakan sisi ekonomi makro.

Subsidi BBM yang diberikan pemerintah melalui Pertamina dilakukan dengan menyediakan anggarannya dalam APBN. Penyediaan anggaran subsidi pada hakikatnya ialah kebijakan makro dengan sasaran untuk membantu pelaku ekonomi (mikro) yang diharapkan dapat menekan kenaikan harga-harga atau inflasi (makro). Contoh dan penjelasan tersebut menunjukkan betapa pentingnya koordinasi kebijakan makro dan mikro.

Daya saing ekonomi Indonesia yang lemah antara lain karena pada tataran mikro banyak masalah yang dihadapi pengusaha. Misalnya birokrasi yang rumit dan mahal ongkosnya. Para pengusaha sendiri kurang kemampuan dalam berkompetisi karena mereka dibentuk oleh pendidikan dan lingkungan yang tidak mengembangkan kompetensi dalam persaingan pasar.

Jaringan bisnis terbatas karena tidak terbiasa hidup dalam akses yang luas. Sistem tata kelola dan nilai-nilai yang dikembangkan oleh pemerintah tidak mengapresiasi pengusaha sebagaimana lazimnya di negara lain.

Ketidaksimetrisan kebijakan ekonomi makro dan mikro membuat perkembangan ekonomi nasional belum juga menemukan akselerasi yang berkelanjutan. Sementara pada level persaingan internasional negara-negara mitra mengalami perkembangan yang pesat. Negara lain makin maju ke depan, Indonesia masih disibuki masalah jangka pendek seperti penyediaan anggaran untuk menambah subsidi pangan dan bahan bakar.

Salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia usaha ialah kondisi infrastruktur dan ketersediaan energi. Akibatnya kegiatan meningkatkan produksi menjadi terkendala. Pada saat yang bersamaan di pasar keuangan pembenahan perangkat keras dan lunaknya dilakukan sebagaimana pasar keuangan global. Modal asing pun masuk dan bergerak seperti adanya pasar keuangan global. Dimensi yang mencerminkan kemajuan ekonomi makro yang menggembirakan.

Surplus pendapatan yang ditahan masyarakat sebagai tabungan akhirnya mengalir ke pasar keuangan. Ketika pemerintah membutuhkan anggaran uang masyarakat yang mengalir ke pasar keangan ditarik melalui obligasi negara. Sayangnya dana tersebut tidak digunakan untuk membangun infrastruktur melainkan untuk menambah subsidi. Akibatnya perbaikan infrastruktur yang dibutuhkan pengusaha tidak belum terpenuhi sehingga kondisi ekonomi mikro semakin ketinggalan.

Demikianlah ketidaksimetrisan makro dan mikro membuat perekonomian Indonesia mengalami anomali. Pada saat beberapa indikator ekonomi makro menunjukan perbaikan yang berkelenjutan, para pengamat marasa kaget karena tingkat kemiskinan dan pengangguran masih tetap tinggi. Beberapa ekonom bahkan menjadi frustrasi mengecam data yang dirilis BPS sebagai data bohong. Seperti kata pepatah buruk muka cermin dicerca.

Untuk mengatasi masalah ketidaksimetrisan makro dna mikro dimaksud harus dilakukan upaya yang bersifat menyeluruh. Dalam kalimat yang sederhana rumusannya ialah: Pemerintah harus dengan sungguh-sungguh melaksanakan fungsinya yang klasik. Para menteri hendaknya tidak lagi banyak berwacana seperti halnya pengamat dan politisi.




sumber : http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&catid=24%3Atinjauan-ekonomi&id=14244%3Akondisi-asimetrik-ekonomi-indonesia&Itemid=95

Tidak ada komentar:

Posting Komentar