Kamis, 29 September 2011

Menjalankan Ibadah Puasa

Tiga hari libur berlalu, aktifitas kota melaju, pertokoan, perkantoran dan sekolah-sekolah tidaklah kaku, namun bagi orang yang baru pastilah sedikit kaku, karena di bis-bis kota, taxi, microbus dan di taman akan dijumpai orang-orang muslim duduk membaca atau menghafalkan Al-Quran seakan menampar dan menggugah hati untuk meraih Kitab yang jarang tersentuh untuk kembali melumat ayat-ayat-Nya. Sikap penduduk yang ramah terlontar dari bibir-bibir kering penuh bersahabat dengan ucapan salam, yang kuat menjadi lemah terhadap yang lemah, meski kadang terjadi salah faham, di bis-bis kota para lelaki berdiri dan memberikan tempat untuk wanita seakan menggubris ke-akuan untuk pengakuan akan kepantasan dan kewajaran dalam bersikap manusiawi. Rumah makan, KFC dan Mc Donald buka seperti semula pada jam 1 siang, namun sedikit tertutup, sehingga tidaklah mengganggu pemandangan orang-orang yang sedang berpuasa.
Jajakan pedagang di sore hari semakin ramai, sesekali teriakan terlontar menarik hati pembeli untuk membeli persiapan berbuka puasa, Athaif (semacam serabi), kue kering, gorengan macam lainanaya dihamparkan di pinggir jalan, toko-toko penjual roti dan makanan seperti Elud Bakery telah ramai dikunjungi bahkan ada yang telah memboking tempat sebelumnya. Di jalan raya depan mesjid, orang-orang berdiri membagikan kurma dan makanan kotak bagi siapa saja yang lewat berkendaraan umum maupun taxi, setiap mesjid menyiapkan buka puasa bersama bagi jamaah yang shalat di mesjid tersebut, Maaidatur-rahmaan mulai ramai diisi oleh orang yang kurang mampu dan orang yang dalam perjalanan serta siapa saja yang ingin buka puasa gratis dijamin kenyang.
Cuaca dingin sangat bersahabat, tak terasa hening sesaat, jam 06.00 sore telah terdengar kumandang azan, seakan puasa sangatlah singkat, saatnya orang-orang muslim meraih kebahagiaan pertamanya, Magrib dan Isya berlalu, mesjid-mesjid dipenuhi oleh wajah-wajah berseri, shalat tarawih seakan menjadi shalat fardhu, bagi orang-orang Indonesia di sana, biasanya melaksanakan shalat berjamaah di mesjid Nur al-ittihaad yang mana shalat tarawehnya  dengan  mengadakan buka bersama  ataupun undangan buka puasa bersama di rumah-rumah.
Tempat-tempat hiburan malam berjalan sebagaimana adanya, café-café dipenuhi asap syisya (rokok Arab) dan wajah-wajah serius yang ingin berbisnis tak ketinggalan wajah-wajah suntuk dan letih setelah seharian bekerja, bar-bar dan diskotik yang mempunyai izin resmi terlihat kekurangan pengunjung seperti biasanya. Bisa dikatakan bahwa aktifitasdi malam hari lebih padat disbanding siang hari.
Mungkin akan timbul pertanyaan, mengapa tidak ada larangan untuk menutup tempat-tempat tersebut?. Jawaban terhadap pertanyaan tadi sangatlah sederhana yaitu karena niat dan tujuan.  café atau bar dengan tujuan untuk santai dan bersenang-senang menghibur diri, sedangkan orang Indonesia, ke bar atau café dengan tujuan untuk mabuk dan menyiksa diri bahkan untuk membuat keonaran sebagai tempat pelarian dari masalah. Atau bisa dijawab bahwa penduduk  tidaklah semua beragama Islam, dan setiap orang ingin dan berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan dan kelanjutan keluarganya, jika tempat-tempat tersebut ditutup selama sebulan, dari manakah mereka akan mencari nafkah?, adakah upaya pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang lain jika usaha mereka ditutup?, sudah pasti belum ada jawaban yang meyakinkan.
Jika di Indonesia tidaklah ada larangan penutupan tempat-tempat tersebut maka jadikanlah sebagai ajang pelatihan iman di bulan Ramadhan dan kalaupun ada larangan maka berfikir dan berusahalah mencari solusi sebagai alternative lapangan kerja dalam menanggulanginya.
Jam 03:00 malam, terdengar bunyi gendang gerombolan orang berkeliling membangunkan yang sedang tidur lelap atau ketiduran untuk bersiap-siap sahur.
Sepuluh hari terakhir Ramadhan, mesjid-mesjid hingga halamannya dipenuhi oleh orang-orang yang sedang ber-I’tikaf, di jalanan terlihat orang-orang membagi-bagikan zakat dan sadakah mereka kepada fakir dan miskin. 27 Ramadhan adalah malam yang sangat indah dan ramai di setiap mesjid, terutama di mesjid sayidina Husein, hampir tidak ditemukan celah yang kosong untuk berlalu-lalang karena dipadatkan oleh banyak orang. Tangisan sedih di akhir Ramadhan terdengar lirih di setiap mesjid bagaikan orang yang kehilangan kekasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar